Jumat, 24 Januari 2014

TUMENGGUNG KOLOPAKING - SEJARAH DIMULAINYA TRAH KOLOPAKING


Sejarah Trah Kolopaking dimulai dari huru hara dikeraton Mataram, yang kala itu dipegang oleh Sunan Amangkurat I, yang lebih dekat ke VOC. Banyak Bangsawan kerajaan dibunuh, disingkirkan dan disuir dari Keraton. salah satunya adalah Pangeran Bumidirja yang kemudian menetap di Kadipaten Panjer. 
Datangnya Pangeran Bumidirdja di panjer, menimbulkan kekhawatiran Ki Gedhe panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara panjer Gunung karena Pangeran Bumidirdja saat itu dinyatakan sebagai buronan Pemerintah. 



Akhirnya Ki Gedhe panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara memutuskan untuk meninggalkan panjer dan tinggallah Ki Kertawangsa yang dipaksa untuk tetap tinggal dan taat pada Mataram. Ia diserahi dua kekuasaan panjer dan kemudian bergelar Ki Gedhe panjer Roma III. 
Dua Kekuasaan panjer (panjer Roma dan panjer Gunung) membuktikan bahwa panjer saat itu sebagai sebuah wilayah berskala luas (Kabupaten / Kadipaten) sehingga dikategorikan dalam daerah Brang Kulon.

Semenjak Sunan Amangkurat I, memerintah di Mataram, banyak timbul ketidakpuasan para bangsawan keraton dan pemebrontakan dibeberapa daerah. salah satunya yang terkenal adalah Pemberontakan Trunojoyo. 

Pada tanggal 2 Juli 1677 Trunajaya berhasil menduduki istana Mataram di Plered yang ketika itu diperintah oleh Sultan Amangkurat Agung (Amangkurat I). Sebelum Plered dikuasai oleh Trunajaya, Sultan Amangkurat Agung dan putranya yang bernama Raden Mas Rahmat berhasil melarikan diri ke arah Barat. 
Dalam pelarian tersebut, Sultan Amangkurat Agung jatuh sakit. Dia kemudian singgah di panjer (tepatnya pada tanggal 2 Juni 1677) yang pada waktu itu diperintah oleh Ki Gedhe panjer III. 
Sultan Amangkurat I diobati oleh Ki Gedhe panjer III dengan air Kelapa Tua (Aking) karena pada waktu itu sangat sulit mencari kelapa muda. Setelah diobati oleh Ki Gedhe panjer III, kesehatan Sultan Amangkurat I berangsur membaik. 
Karena jasa Ki Gedhe Panjer III, oleh Sunan Amangkurat I beliau di angkat sebagai Tumenggung  dengan gelar Tumenggung Kalapa Aking I (Kolopaking I, sebagai departemen Adipati panjer I (1677 - 1710). 

Setelah merasa pulih, Sultan Amangkurat Agung melanjutkan perjalannya menuju ke Barat, akan tetapi sakitnya ternyata kambuh kembali dan akhirnya Beliau wafat di desa Wanayasa (Kabupaten Banyumas) tepatnya pada tanggal 13 Juli 1677. 


Menurut Babad Tanah Jawi, kematian Sultan Amangurat Agung dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Raden Mas Rahmat (putranya sendiri yang menyertai Dia dalam pelarian). Sesuai dengan wasiatnya, Ia kemudian dimakamkan di daerah Tegal Arum (Tegal) yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Tegal Wangi . 

Dalam masa pemerintahan Kadipaten Panjer, tumenggung Kolopaking I digantikan oleh anaknya  oleh putranya dan bergelar Tumenggung Kalapaking II (1710 - 1751), dilanjutkan oleh Tumenggung Kalapaking III (1751 - 1790) dan Tumenggung kalapaking IV (1790 - 1833)
Sementara itu tampuk kepemimpinan panjer periode Kolopaking hanya berlangsung hingga Kolopaking IV dikarenakan adanya suksesi di panjer pada waktu itu antara Kalapaking IV dan Arungbinang IV yang berakhir dengan pembagian wilayah dimana Kalapaking mendapat bagian di Karanganyar dan Banyumas, sedangkan Arungbinang tetap di panjer. Sejak pemerintahan Arungbinang IV inilah panjer Roma dan panjer Gunung digabung Menjadi satu dengan nama Kebumen.